Bisnis Syariah ~ Hafizh Luthfi

Minggu, 23 September 2012

Bisnis Syariah

The principle is the principle of Sharia Islamic law in banking activities by the fatwa issued by the agency that has the authority in the determination of the fatwa in the Islamic field.

 Seperti kutipan dari celestical management training Katakanlah (wahai Muhammad) Sesungguhnya shalatku, ibadahku,hidupku, dan matiku, hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam(Q.S. 6: 162).

Umar bin Khathab biasa menghabiskan sebagian malamnya untuk meronda,melihat kondisi umat yang dipimpinnya dari dekat. Tak terasa malam terus beranjak. Fajar pun mulai terkuak. Ketika melewati sebuah gang, tiba-tiba ayunan langkahnya tertahan. Dari bilik sebuah rumah kecil, ia mendengar seorang ibu sedang bercakap dengan putrinya.“Tidakkah kau campur susumu? Hari sudah menjelang pagi,” kata ibu itu kepada anaknya.“Bagaimana mungkin aku mencampurnya. Amirul Mukminin melarang perbuatan itu,” sahut si anak.“Orang-orang juga mencampurnya. Campurlah! Amirul Mukminin tidak mengetahuinya,” balas sang ibu.“Jika Umar tidak melihatnya, Tuhan Umar melihatnya. Aku tidak mau melakukan karena sudah dilarang,” jawab si anak yang sungguh menyentuh hati Umar. Kelak, dari rahim si anak ini terlahir Umar bin Abdul Aziz, yang sering disebut khalifah kelima setelah Ali bin Abu Thalib karena keadilannya.Bekerja untuk Ibadah Nukilan kisah di atas menunjukkan betapa berbeda bekerja untuk kerja (mencari nafkah) dan bekerja untuk ibadah. Yang pertama, akan cenderung menghalalkan segala cara untuk tujuan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sedang yang kedua, melihat hasil yang baik hanya diperoleh dengan cara yang baik, yakni cara-cara yang dibenarkan Allah. Mungkin keuntungan yang diperolehnya memang tidak banyak, tapi berkah.Bekerja (dalam hal yang tak dilarang Allah) adalah bagian dari amal ibadah ghairu mahdhah. Yaitu, ibadah yang tidak secara eksplisit diatur tata caranya oleh syariah. Bekerja yang dengan niat ibadah, kini menjadi barang langka.Kebanyakan orang menempatkan aktivitas kerja sekadar dalam cakupan untuk menghasilkan uang sebagai pemenuhan kebutuhan hidup. Tentu tidak demikian.Bekerja, kata dai muda K.H. Abdullah Gymnastiar, semestinya menjadi sarana ibadah kita. Kita persembahkan yang terbaik dalam pekerjaan kita bukan karena ingin mendapat uang yang banyak, melainkan inilah bentuk pengabdian kitadalam hidup. Prestasi kita adalah mempersembahkan yang terbaik, bukan mendapatkan yang terbaik.Maka sedari mula, ketika kaki hendak dilangkahkan menuju tempat kerja, niat untuk ibadah itu harus terpatri. Bahwa kita akan mempersembahkan yang terbaik.Kalau menjadi akuntan, akan jujur dalam membuat laporan keuangan. Kalau pedagang, tidak mengurangi timbangan. Kalau hakim, tidak akan main matadengan terdakwa. Dan kalau bankir, tidak menerima hadiah apa pun daripelanggan yang difasilitasi pembiayaan.Kerja benar-benar untuk ibadah. Kerja sebagai cerminan tanggung jawab menggunakan detik per detik, menit per menit, dan jam per jam waktu yang diberikan Allah untuk segenap aktivitas yang diridhai-Nya. Tujuan-tujuan duniawi yang hendak diraih dengan bekerja, tidak melupakannya dari ketaatan kepada Allah. 

PENGERTIAN BISNIS SYARIAH 

Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. 

Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, Syariah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim. (Syariah Marketing, Hal. 169). Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula memberi pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing. (Syariah Marketing, hal. 45). Pengertian yang hari lalu cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend bisnis masa depan.

Prinsip Dasar dan Etika Dalam Bisnis Syari’ah

 Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab (Responsibility). 

  1. Tauhid mengantarkan manusia pada pengakuan akan keesaan Allah selaku Tuhan semesta alam. Dalam kandungannya meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini bersumber dan berakhir kepada-Nya. Dialah pemilik mutlak dan absolut atas semua yang diciptakannya. Oleh sebab itu segala aktifitas khususnya dalam muamalah dan bisnis manusia hendaklah mengikuti aturan-aturan yang ada jangan sampai menyalahi batasan-batasan yang telah diberikan. 

  2. Keseimbangan atau kesejajaran (Equilibrium) merupakan konsep yang menunjukkan adanya keadilan sosial. Kehendak bebas (Free Will) yakni manusia mempunyai suatu potensi dalam menentukan pilihan-pilihan yang beragam, karena kebebasan manusia tidak dibatasi. Tetapi dalam kehendak bebas yang diberikan Allah kepada manusia haruslah sejalan dengan prinsip dasar diciptakannya manusia yaitu sebagai khalifah di bumi. Sehingga kehendak bebas itu harus sejalan dengan kemaslahatan kepentingan individu telebih lagi pada kepentingan umat. 

  3. Tanggung Jawab (Responsibility) terkait erat dengan tanggung jawab manusia atas segala aktifitas yang dilakukan kepada Tuhan dan juga tanggung jawab kepada manusia sebagai masyarakat. Karena manusia hidup tidak sendiri dia tidak lepas dari hukum yang dibuat oleh manusia itu sendiri sebagai komunitas sosial. Tanggung jawab kepada Tuhan tentunya diakhirat, tapi tanggung jawab kepada manusia didapat didunia berupa hukum-hukum formal maupun hukum non formal seperti sangsi moral dan lain sebagainya. 

  4. Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam,tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif.Kepentingan individu dibuka lebar.Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.Kecenderungan manusia untuk terus menerus memenuhi kebutuhan pribadinya yang tak terbatas dikendalikan dengan adanya kewajiban setiap individu terhadap masyarakatnya melalui zakat.infak dan sedekah.

     

    Referensi :

    http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah

    Buku :
    Syariah Marketing
    Penulis : Hermawan Kartajaya dan Muhammad Syakir Sula
    Penerbit : Mizan

1 komentar: